Definisi Kesehatan Mental
Dalam mendefinisikan kesehatan mental, sangat dipengaruhi oleh kulturdimana seseorang tersebut tinggal. Apa yang boleh dilakukan dalam suatu budayatertentu, bisa saja menjadi hal yang aneh dan tidak normal dalam budaya lain, dan demikian pula sebaliknya (Sias, 2006). Menurut Pieper dan Uden (2006),kesehatan mental adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mengalamiperasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang relististerhadap dirinya sendiri dan dapat menerima kekurangan atau kelemahannya,kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasandalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental
1. Biologis
2. Psikologis
3. Sosial Budaya
4. Lingkungan
Saat ini telah lebih dari 6 dekade sejak awal pendudukan Israel terhadap Palestina. Sejak saat itu, orang-orang Palestina hidup di bawah peperangan dan kekerasan politik serta militer yang tinggi. Ribuan rakyat Palestina terbunuh dan menderita luka serius, dan ratusan ribu telah terusir dari tanah kelahirannya. Semua aspek kehidupan rakyat Palestina termasuk kesehatan, pendidikan, dan ekonomi terdampak akibat pendudukan ini. Tidak diragukan bahwa konflik militer yang berkepanjangan dan terus terjadi ini telah mempengaruhi kesehatan mental seluruh rakyat.
pada sebagian besar kasus, anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terdampak oleh konflik dan peperangan. Kejadian langsung terhadap konflik dan pendudukan dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental mereka. Perang juga akan secara tidak langsung mempengaruhi anak-anak seperti hal nya kesehatan mental bagi siapa pun yang secara langsung berhubungan dengan mereka, khususnya pengasuh mereka (orangtua dan guru) yang secara potensial berdampak pada kualitas mereka dalam berinteraksi. Tumbuh di bawah kondisi kehidupan yang penuh tekanan dan secara potensial terancam dapat menciptakan hambatan bagi
perkembangan anak yang mengarah pada tantangan masa depannya baik di tingkat individu, keluarga dan masyarakat.
Masalah kesehatan mental (masalah emosional dan perilaku) banyak anak-anak Palestina berkembang karena paparan konflik dan perang yang berkelanjutan dapat menjadi tipe yang eksternalis dan/atau yang internalis:
- Masalah Eksternalisasi
- Masalah Internalisasi
Masalah kesehatan mental yang lebih spesifik yang berkembang dalam diri anak-anak sebagai akibat dari paparan terhadap peperangan dan kekerasan militer yang terus menerus dinamakan Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Anak-anak dengan PTSD menunjukkan gejala berulang-ulang seperti gambaran dan mimpi buruk dari kejadian traumatis yang pada awalnya memicu kondisi tersebut, penghindaran dari situasi dan tempat yang mengingatkan kejadian, dan meningkatkan kecemasan yang berwujud pada masalah dengan konsentrasi dan tidur. Sebagai konsekuensi, PTSD mengarah pada kesulitan atau kelemahan dalam fungsi sosial, yang berhubungan dengan pekerjaan atau area fungsional penting lainnya.
termasuk: perhatian, konsentrasi dan daya ingat yang kesemuanya adalah dasar bagi pembelajaran dan pencapaian akademis. Kompetensi kognitif dan perilaku mereka menjadi penuh dengan penderitaan mereka dan digunakan untuk berjuang dan bertahan melawan penderitaan mereka daripada pertumbuhan dan kecakapan pengembangan tugas-tugas.
Proses disfungsional ini mengarah pada terhambatnya keterlibatan efektif anak dalam proses belajar sebagai akibatnya mereka tidak akan dapat mencapai sesuai dengan potensi intelektual mereka. Prestasi mereka yang rendah di sekolah pada gilirannya akan memberikan cerminan yang buruk terhadap rasa percaya diri, motivasi dan minat mereka. Selanjutnya akan menyebabkan kerusakan dalam hal prestasi akademis dan kesehatan mental mereka.
Walaupun hampir seluruh anak Palestina secara terus-menerus mengahadapi masalah peperangan, kekerasan dan pendudukan, banyak yang tidak mengalami masalah kesehatan mental yang serius atau PTSD dan masih dapat berfungsi dan berprestasi di sekolah sesuai dengan kemampuan intelektual mereka. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan seperti ini bukan menjadi satu acuan saja bagi perkembangan masalah kesehatan mental atau PTSD.
Faktor-faktor personal yang mungkin melindungi kesehatan mental seorang anak adalah kekuatan individu dan sumber daya yang dikembangkan selama tahun-tahun awal kehidupan mereka melalui interaksi yang dinamis dengan lingkungan sekitar mereka. Kekuatan ini, seperti halnya rasa percaya diri, keberhasilan diri, pengendalian diri dan sistem kepercayaan dan nilai yang sehat, membantu anak untuk mengatur dirinya setelah mengalami suatu kejadian untuk menarik dan memperbaiki keseimbangan antara dirinya dan lingkungan dalam waktu yang singkat.
Faktor penentu dari luar adalah sistem dukungan sosial dalam lingkungan yang dekat dengan si anak. Di sini kita membicarakan tentang keluarga dan sekolah sebagai seting yang berpengaruh erat dan paling penting. Mutu dari hubungan sosial antara anak dan lingkungan sekitar yang dekat dengannya, termasuk: orangtua; saudara kandung; keluarga; guru, dan; teman sebaya, dapat memediasi antara kejadian kekerasan dan kesehatan mental anak.
Dalam bidang pendidikan inklusif, peran guru juga diperluas dengan memberi kepekaan para orangtua tentang praktek efektif terhadap perkembangan anak di bawah kondisi darurat, pendudukan dan peperangan, khususnya bagaimana untuk bersikap pada anak setelah mengalami kekerasan militer. Selain itu, para orangtua haruslah peka tentang betapa pentingnya suasana keluarga yang hangat, kompak, berpengertian, saling bekerja sama dan tanggap dalam melindungi kesehatan mental anak merela dari dampak kekerasan militer. Terakhir dan yang terpenting, kekerasan militer dan pendudukan haruslah diakhiri sehingga generasi baru dapat menikmati kesehatan mental yang baik dan dapat mengembangkan potensi mereka hingga maksimal.
Sumber:
Putri Agusta K.D
15510435
2PA05