Minggu, 31 Maret 2013

Person Centered Therapy


Person Centered Therapy
Terapi ini disebut juga client-centered theraphy (terapi yang berpusat pada pasien) atau terapi nondirektif. Teknik ini pada awalnya dipakai oleh Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1942. Sejak itu banyak perinsip Rogers yang dipakai dalam terapi diterima secara luas. Tetapi, teknik ini dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-masalah penyesuaian diri yang sederhana. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang memiliki kecenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Dalam pandangan rogers gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena oarang-orang lain menghambat individu dalam menuju kepada aktualisasi-diri.
Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memilih dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai kebutuhan-kebutuhan pribadinta.
Pendekatan Humanistik Rogers terhadap terapi Person-Centered Theraphy.
Membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik. Rogers berpendapat bahwa terapis yidak boleh memaksa tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang dimilikinya kepada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan-perasaan yang diungkapkan pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasan-perasaanya yang lebih dalam dan bagian-bagian dari dirinya yang tidak diakui karena tidak diterima oleh masnyarakat. Terapis memantulkan kembali atau menuraikan dengan kata-kata apa yang diungkapkan pasien tanpa member penilaian.
Metode terapi person centered
1.      Terapis menghargai tanggung jawab pasien terhadap tingkal lakunya sebdiri.
2.      Terapis mengakui bahwa pasien dalam dirinya sendiri memiliki dorongan yang kuat unuk menggerakkan dirinya kea rah kematangan (kedewasaan) serta indenpendensi, dan terapis menggunakan kekuatan ini dan bukan usaha-usahanya sendiri.
3.      Menciptakan suasana yang hangat dan memberikan kebebasan yang penuh dimana pasien dapat mengungkapkan atau juga tidak mengungkapkan apa saja yang diinginkannya.
4.      Membatasi tingkah laku tetapi bukan sikap (misalnya pasien mungkin mengungkapkan keinginannya untuk memperpanjang pertemuan melampaui batas waktu pertemuan yang telah disetujui, tetapi terapis tetap mempertahankan jadwal semula.
5.      Terapis membatasi kegiatannya untuk menunjukan pemahaman dan penerimaannya terhadap emosi-emosi yang sedang diungkapkan pasien yang mungkin dilakukannya dengan memantulkan kembali dan menjelaskan peasaan-perasaan pasien.
6.      Terapis tidak boleh bertanya, menyelidiki, mengajarkan , membujuk, dan meyakinkan kembali.
Kelemahan terapi client centered terletak pada cara sejumlah pemraktek menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap2 sentral dari posisi client centered

Semium, yustinus.2006 ”kesehatan mental 3” Yogyakarta:kanisius
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=54&cad=rja&ved=0CEgQFjADODI&url=http%3A%2F%2Findryawati.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F20740%2FTerapi%2BClient%2BCentered.ppt&ei=GeZXUab4PIOJrAeM3YDwCQ&usg=AFQjCNHd1HiDjv0s3_c3nG0iSCm63WUWtg&sig2=RJO0jgY9i5wmt4qtq8xtrg

PUTRI AGUSTA KD
15510435
3PA05

Sabtu, 30 Maret 2013

TERAPIS PSIKOANALISIS

TERAPIS PSIKOANALISIS
Teori psikoanalisis dikembangkan oleh Singmund Frued (1856-1939) Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 di Vienna, tempat Frued menghabidkan sebagian besar hidupnya. Banyak praktisi Psikoanalisis dan ahli teori tercatat lainya member kontribusi pada ilmu pengetahuan ini, tetapi Frued adalah perintis yang tidak diragukan lagi. Banyak Klinis dan ahli teori tidak sependapat dengan banyak teori Psikoanalisis Frued kemudian mengembangkan teori dan gaya terapi mereka sendiri.
Psikoanalisis memiliki tiga penerapan :
  1. suatu metoda penelitian dari pikiran.
  2. suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia.
  3. suatu metoda perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional.
Dalam cakupan yang luas dari psikoanalisis ada setidaknya 20 orientasi teoretis yang mendasari teori tentang pemahaman aktivitas mental manusia dan perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam perlakuan yang disebut "psikoanalitis" berbeda-beda sebagaimana berbagai teori yang juga beragam. Psikoanalisis Freudian, baik teori maupun terapi berdasarkan ide-ide Freud telah menjadi basis bagi terapi-terapi moderen dan menjadi salah satu aliran terbesar dalam psikologi. Sebagai tambahan, istilah psikoanalisis juga merujuk pada metoda penelitian terhadap perkembangan anak.
Frued mengembangkan ide dan  penjelasan awal tentang perilaku manusia dari pengalamannya meneliti beberapa klien, semua wanita yang memperlihatkan prilaku seperti gangguan penglihatan dan wicara, ketidakmampuan untuk makan, dan peralisis ekstermitas. Gejala ini tidak memiliki dasar fisiologi atau penyebab dan dengan demikian dianggap prilaku neurotik atau “histeris” wanita. Setelah lama meneliti wanita tersebut, Frued menyimpulkan bahwa banyak masalah timbul akibat trauma masa anak-anak atau gagal menyelesaikan tugas perkembangan psikoseksual. Kebutuhan dan perasaan seksuak yang tidak terpenuhi, juga peristiwa trauma, depresi (dikeluarkan dari alam bawah sadar). Prilaku histeris timbul akibat konflik yang tidak selesai. Pengalaman awal meneliti klien wanita membentik dasar teori, keyakinan, dan metode terapi Psikoanalisis Frued. Teori psikoanalisis mendukung bahwa semua prilak manusia dan penyebabnya dan dapat dijelaskan (teori deterministik). Frued yakin bahwa banyak prilaku manusia dimotivasi oleh implus dan naluri seksual yang direpresi.
TERAPI
Intervensi khusus dari seorang penganalisis biasanya mencakup mengkonfrontasikan dan mengklarifikasi mekanisme pertahanan, harapan, dan perasaan bersalah. Melalui analisis konflik, termasuk yang berkontribusi terhadap daya tahan psikis dan yang melibatkan tranferens kedalam reaksi yang menyimpang, perlakuan psikoanalisis dapat mengklarifikasi bagaimana pasien secara tidak sadar menjadi musuh yang paling jahat bagi dirinya sendiri: bagaimana reaksi tidak sadar yang bersifat simbolis dan telah distimulasi oleh pengalaman kemudian menyebabkan timbulnya gejala yang tidak dikehendaki. Terapi dihentikan atau dianggap selesai saat pasien mengerti akan kenyataan yang sesungguhnya, alasan mengapa mereka melakukan perilaku abnormal, dan menyadari bahwa perilaku tersebut tidak seharusnya mereka lakukan, lalu mereka sadar untuk menghentikan perilaku itu.
Freud dalam melakuakan praktek terapi, pasien diminta untuk berbaring tengkurap di atas sebuah dipan, sementara psikoanalisisnya duduk tidak kelihatan di belakangnya, dikarenakan tiga alasan: pertama, karena dengan demikian dapat mendorong lancarnya alur asosiasi bebas. Kedua, pengakuan Freud bahwa dia merasa ciut kalau harus ditatap secara terus menerus selama delapan jam atau lebih dalam sehari. Ketiga, Freud beranggapan akan lebih menguntungkan apabila si pasien tidak menyadari perubahan mimik pada wajah psikoanalisisnya. Ketiga alasan ini mempunyai kesahihan tertentu dan hampir semua analisis yang menggunakan cara Freud ini tetap menggunakan dipan. Freud menganjurkan agar psikoanalis tidak membuat catatan mengenai pokok pembicaraan karena hal ini mungkin akan mengganggunya dalam mempertahankan sikap “memperhatikan dengan perhatian yang sama besar”. Dia juga menolak untuk memutuskan terlalu awal mana saja pendapat pasien yang dianggap penting. Freud menunjukkan bahwa manfaat dari apa yang didengar analis dalam pemabahasan khusus mungkin hanya dapat dibuktikan pada waktu yang akan datang. Seorang analis harus mengubah pikiran bawah sadarnya sendiri seperti sebuah alat penerima kearah pikiran bawah sadar pasien yang dipancarkan. Dia harus meyesuaikan dirinya sendiri dengan pasien seperti layaknya pesawat penerima telepon yang disesuaikan dengan mikropon pengirimnya.
Ada lima tekhnik dasar dalam terapi psikoanalisa, yaitu:
1.      Asosiasi Bebas Tekhnik pokok dalam terapi psikoanalisa ialah asosiasi bebas. Konselor memerintahkan klien untuk menjernihkan pikirannya dari pemikiran sehari-hari dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa yang akan muncul dalam kesadarannya. Yang pokok, klien mengemukakan segala sesuatu dengan perasaan atau pikiran dengan melaporkan secepatnya. Asosiasi bebas ialah suatu metode pengungkapan pengalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situais traumatic dimasalalu. Hal ini dikenal dengan kartasis. Katarsis yang secara sementara dapat mengurangi pengalaman klien yang menyakitkan, akan tetapi tidak memegang peranan utama dalam proses penyembuhan. Sebagai suatu cara membantu klien memperoleh pengetahuan dan evaluasi diri sendiri, konselor menafsirkan makna-makna yang menjadi kunci dari asosiasi bebas. Selama asosiase bebas, tugas konselor ialah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang tertekan dan terkunci dalam ketidaksadaran. Urutan asosiasi membimbing konselor dalam pemahaman kaitam klien membuat peristiwa-peristiwa. Konselor menafsirkan materi kepada klien, membimbing ke arah peningkatan tilikan kedalamd inamika dirinya yang tidak disadari.
2.      Interpretasi
Interpretasi ialah prosedur dasar yang digunakan dalam analisa asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferens. Prosedurnya terdiri atas penetapan analisis, penjelasan, atau bahkan mengajar klien tentang makna tingkah laku yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi interpretasi ialah ialah membiarkan ego untuk mencerna materi baru dan mempercepat proses menyadarkan hal-hal yang tersembunyi. Interpretasi mengarahkan tilikan dan hal-hal yang tidak disadari klien. Hal yang penting ialah bahwa intrepretasi harus dilakukan pada waktu-waktu yang tepat karena kalau tidak, klien dapat menolaknya. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam interpretasi sebagai tekhnik terapi, yakni: a. Interpretasi hendaknya disajikan pada saat gejala yang diinterpretasikan berhubungan erat dengan hal-hal yang disadari klien b. Interpretasi hendaknya selalu dimulai dari permukaan danbaru menuju ke hal-hal yang dalam yang dapat dialami oleh situasi emosional klien c. Menetapkan resistensi atau pertahanan sebelum menginterpretasi emosi atau konflik.
3.      Analisis Mimpi
Analisis mimpi merupakan prosedur yang oenting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan membantu klien untuk memperoleh tilikan kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan. Selama tidur, pertahanan menjadi lebih lemah dan perasaan-perasaan yang tertekan muncul ke permukaan. Freud melihat bahwa mimpi sebagai ”royal road to the unconscious”, dimana dalam mimpi keinginan, kebutuhan dan ketakutan yang tidak disadari diekspresikan. Beberapa motivasi yang tidak diterima oleh orang lain, dinyatakan dalam simbolik daripada secara terbuka dan langsung.
4.      Analisis dan Interpretasi Resitensi
Resistensi, suatu konsep fundamental praktek-praktek psikoanalisa, ialah suatu yang bekerja melawan kemajuan terapi dan mencegah klien untuk menampilkan hal-hal yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas, atau asosiasi mimpi, klien mungkin menunjukkan ketidakmauan untuk mengkaitkan pemikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Hal ini akan timbul bila orang menjadi sadar terhadap dorongan dan perasaanyangtertekan.Resistensi bukan sesuatu yang harus diatasi, karena hal itu merupakan gambaran pendekatan pertahanan klien dalam kehidupan sehari-hari. Resistensi harus diakui sebagai alat pertahanan menghadapi kecemasan.
5.       Analisis dan Interpretasi Transferens
Transferens muncul dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan klien masa lalu tak terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan mereaksi kepada analisis sebagai yang dia lakukan kepada ibu atau ayahnya. Kini, dalam hubungan dengan konselor, klien mengalami kembali perasaan penolakan atau permusuhan yang pernah dialami terhadap orang tuanya.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
  • Sebagai orang pertama yang menyentuk konsep-konsep psikologi seperti peran ketidaksadaran (unconsciousness), anxiety, motivasi, pendekatan teori perkembangan untuk menjelaskan struktur kepribadian
  • Posisinya yang kukuh sebagai seorang deterministik sekaligus menunjukkan hukum-hukum perilaku, artinya perilaku manusia dapat diramalkan
  • Freud juga mengkaji produk-produk budaya dari kacamata psikoanalisa, seperti puisi, drama, lukisan, dan lain-lain. Oleh karenanya ia memberi sumbangan juga pada analisis karya seni
d. Kritik Freud
  • Metode studinya yang dianggap kurang reliabel, sulit diuji secara sistematis dan sangat subyektif
  • Konstruk-konstruk teorinya juga sulit diuji secara ilmiah sehingga diragukan keilmiahannya. Beberapa konsepnya bahkan dianggap fiksi, seperti Oedipus complex
  • Bagi aliran behaviorist, yang dilakukan Freud adalah mempelajari intervening variable
Videbeck, Sheila L. 2008 “Buku Ajar Keperawatan Jiwa” Jakarta : EGC
http://id.wikipedia.org/wiki/Psikoanalisis
http://library.walisongo.ac.id/digilib/download.php?id=10438
http://www.psycholovegy.com/2012/08/teori-teori-konseling.html
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/psikoanalisis-mainmenu-57
PUTRI AGUSTA KD
15510435
3PA05

TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL

TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL
Terapi-terapi psikodinamik cenderung memusatkan perhatian pada proses-proses tak eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar. Terapi-terapi humanistic eksistensial juga lebih memusatkan pada apa yang dialami pasien pada masa-masa sekarang “di sini dan kini” dan bukan pada masa lampau. Tetapi ada juga kesamaan antara terapi-terapi humanistuk eksistensial, yakni keduanya menekankan bahwa peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi tingkah laku dan perasaan-perasaan individu sekarang, dan kedua-duanya juga berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran diri pasien.
Teori konseling eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasiterapi. Pendekatan atau teori eksistensian-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.

Konsep Dasar Tentang Manusia
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia. Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu:

a. Kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.

b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
c. Penciptaan Makna
Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.

Proses Konseling atau proses terapeutik

Ada tiga tahap proses konseling yaitu

1. Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka tentang dunia. Konseli diajak untuk mendefinisikan dan menayakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesalahannya. Bagi banyak konseli hal ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu awalnya mereka memaparkan problema mereka. Konselor disini mengajarkan mereka bagaimana caranya untuk bercermin pada eksistensi mereka sendiri.

2. Konseli didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini biasanya membawa konseli ke pemahaman baru dan berapa restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Konseli mendapat cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan gagasan yang jelas tentang proses pemberian nilai internal mereka.

3. Konseling eksistensial berfokus pada menolong konseli untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi adalah memungkinkan konseli untuk bisa mencari cara pengaplikasikan nilai hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan kongkrit. Biasanya konseli menemukan jalan mereka untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani konsistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.

 Penerapan langkah atau Teknik- teknik dalam konseling
Teori eksistensial-hunianistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya. Metode-metode yang berasal dari teori Gestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam teori eksistensial-humanistik. Buku The Search for "Authenticity (1965) dari Bugental adalah sebuah karya lengkap yang mengemukakan konsep-konsep dan prosedur-prosedur psikokonseling eksistensial yang berlandaskan model psikoanalitik. Bugental menunjukkan bahwa konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transferensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek konseling eksistensial. Ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menerangkan fase kerja konseling yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial.
Rollo May (1953,1958,1961), seorang psikoanalisis Amerika yang diakui luas atas pengembangan psikokonseling eksistensial di Amerika, juga telah mengintegrasikan metodologi dan konsep-konsep psikoanalisis ke dalam psikokonseling eksistensial.
Pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang menempati kedudukan sentral dalam konseling adalah: Seberapa besar saya menyadari siapa saya ini? Bisa menjadi apa saya ini? Bagaimana saya bisa memilih menciptakan kembali identitas diri saya yang sekarang? Seberapa besar kesanggupan saya untuk menerima kebebasan memilih jalan hidup saya sendiri Bagaimana saya mengatasi kecemasan yang ditimbulkan oleh kesadaran atas pilihan-pilihan? Sejauh mana saya hidup dari dalam pusat diri saya sendiri? Apa yang saya lakukan untuk menemukan makna hidup ini? Apa saya menjalani hidup, ataukah saya hanya puas atas keberadaan saya? Apa yang saya lakukan untuk membentuk identitas pribadi yang saya inginkan? Pada pembahasan di bawah ini diungkap dalil-dalil yang mendasari praktek konseling eksistensial-humanistik. Dalil-dalil ini, yang dikembangkan dari suatu survai atas karya-karya para penulis psikologi eksistensial, berasal dari Frankl (1959,1963), May (1953, 1958, 1961), Maslow (1968), Jourard (1971), dan Bugental (1965), merepresentasikan sejumlah tema yang penting yang merinci praktek-praktek konseling.

Tema-Tema Dan Dalil-Dalil Utama Eksistensial dan Penerapan-Penerapan Pada Praktek Konseling

Dalil 1 : Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia.
Kesadaran diri itu membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar diri dan berefleksi atas keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi atau sebagaimana dinyatakan oleh Kierkegaard, "Semakin tinggi kesadaran, maka semakin utuh diri seseorang." Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih. Sebagaimana dinyatakan oleh May (1953), "Manusia adalah makhluk yang bisa menyadari dan, oleh karenanya, bertanggung jawab atas keberadaannya”.
Kesadaran bisa dikonseptualkan dengan cara sebagai berikut: Umpamakan Anda berjalan di lorong yang di kedua sisinya terdapat banyak pintu, Bayangkan bahwa Anda bisa membuka beberapa pintu, baik membuka sedikit ataupun membuka lebar-lebar. Barangkali, jika Anda membuka satu pintu, Anda tidak akan menyukai apa yang Anda temukan di dalamnya menakutkan atau menjijikkan. Di lain pihak, Anda bisa menemukan sebuah ruangan yang dipenuhi oleh keindahan. Anda mungkin berdebat dengan diri sendiri, apakah akan membiarkan pintu itu tertutup atau terbuka.
Apabila seorang konselor dihadapkan pada konseli yang kesadaran dirinya kurang maka konselor harus menunjukkan kepada konseli bahwa harus ada pengorbanan untuk meningkatkan kesadaran diri. Dengan menjadi lebih sadar, konseli akan lebih sulit untuk “ kembali ke rumah lagi “, menjadi orang yang seperti dulu lagi.
Dalam pengertian yang sesungguhnya, peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi dan atas tujuan-tujuan pribadi adalah tujuan segenap konseling.
Dalil 2 : Kebebasan dan tanggung jawab
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih di antara altematif-altematif. Karena manusia pada dasamya bebas, maka dia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri.
Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan, dan putusan pad a pusat ke beradaan manusia. Jika kesadaran dan kebebasan dihapus dari manusia, maka dia tidak lagi hadir sebagai manusia, sebab kesanggupan-k esanggupan itulah yang memberinya kemanusiaan. Pandangan eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya, dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hid.up yang ditempuhnya. Tillich mengingatkan, "Manusia benar-benar menjadi manusia hanya saat mengambil putusan. Sartre mengatakan, "Kita adalah pilihan kita." Nietzsche menjabarkan kebebasan sebagai "kesanggupan untuk menjadi apa yang memang kita alami". Ungkapan Kierkegaard, "memilih diri sen-diri", menyiratkan bahwa seseorang bertanggung jawab atas kehidupan dan keberadaannya. Sedangkan Jaspers menyebutkan bahwa "kita adalah makhluk yang memutuskan".
Tugas konselor adalah mendorong konseli untuk belajar menanggung risiko terhadap akibat penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan konseli dan membuatnya bergantung secara neurotik pada konselor. Konselor perlu mengajari konseli bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun konseli boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih.
Dalil 3: Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain
Setiap individu memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan tetapi pada saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia kesepian dan mengalamin keterasingan.
Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita. Akan tetapi, penemuan siapa kita sesungguhnya bukanlah suatu proses yang otomatis; ia membutuhkan keberanian. Secara paradoksal kita juga memiliki kebutuhan yang kuat untuk keluar dari keberadaan kita. Kita membutuhkan hubungan dengan keberadaan-keberadaan yang lain. Kita harus memberikan diri kita kepada orang lain dan terlibat dengan mereka.
Usaha menemukan inti dan belajar bagaimana hidup dari dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan untuk memelihara inti dari ada kita. Salah satu ketakutan terbesar dari para konseli adalah bahwa mereka akan tidak menemukan diri mereka. Mereka hanya menganggap bahwa mereka bukan siapa-siapa.
Para konselor eksistensial bisa memulai dengan meminta kepada para konselinya untuk mengakui perasaannya sendiri. Sekali konseli menunjukan keberanian untuk mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutan dengan kata-kata dan membaginya, maka ketakutan itu tidak akan begitu menyelubunginya lagi. Untuk mulai bekerja bagi konselor adalah mengajak konseli untuk menerima cara-cara dia hidup di luar dirinya sendiri dan mengeksplorasi cara-cara untuk keluar dari pusatnya sendiri.
Kebutuhan akan diri berkaitan dengan kebutuhan menjalani hubungan yang bermakna dengan orang lain. Jiks kita hidup dalam isolasi dan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan orang lain maka kita mengalami perasaan terabaikan, terasingkan, dan terkucilkan.

Teknik-teknik Konseling Eksistensial
Yang paling dipedulikan oleh konselor eksistensial adalah memahami dunia subyektif si klien agar bisa menolongnya untuk bisa sampai pada pemahaman dan pilihan-pilihan baru. Fokusnya adalah pada situasi hidup klien pada saat itu, dan bukan pada menolong klien agar bisa sembuh dari situasi masa lalu (May &Yalom, 1989). Biasaya terpis eksistensial menggunakan metode yang mencakup ruang yang cukup luas, bervariasi bukan saja dari klien ke klien, tetapi juga dengan klien yang sama dalam tahap yang berbeda dari proses terapeutik. Di satu sisi, mereka menggunakan teknik seperti desentisasi (pengurangan kepekaan atas kekurangan yang diderita klien sehabis konseling), asosiasi bebas, atau restrukturisasi kognitif, dan mereka mungkin mendapatkan pemahaman dari konselor yang berorientasi lain. Tidak ada perangkat teknik yang dikhususkan atau dianggap esensial (Fischer & Fischer, 1983). Di sisi lain, beberapa orang eksistensialis mengesampingkan teknik, karena mereka lihat itu semua memberi kesan kekakuan, rutinitas, dan manipulasi
Sepanjang proses terapeutik, kedudukan teknik adalah nomor dua dalam hal menciptakan hubungan yang akan bisa membuat konselor bisa secara efektif menantang dan memahami klien.
Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik, yaitu:
  1. Penerimaan
  2. Rasa hormat
  3. Memahami
  4. Menentramkan
  5. Memberi dorongan
  6. Pertanyaan terbatas
  7. Memantulkan pernyataan dan perasaan klien
  8. Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien
  9. Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna.


Semium, Yustinus. “Kesehatan Mental 1”
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=87&cad=rja&ved=0CFAQFjAGOFA&url=http%3A%2F%2Fenamkonselor.files.wordpress.com%2F2012%2F05%2Fterapieksistensial.pdf&ei=TulWUf-0HJHxrQf4g4HoCw&usg=AFQjCNHC8eFTS2Dxjf6X3oyho6G4fKk7pg&sig2=dQonHb2levYFlWRfpBnkbw
http://himcyoo.wordpress.com/2012/06/07/konseling-eksistensial-humanistik-2/
PUTRI AGUSTA KD
15510435
3PA05

TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL
Terapi-terapi psikodinamik cenderung memusatkan perhatian pada proses-proses tak eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar. Terapi-terapi humanistic eksistensial juga lebih memusatkan pada apa yang dialami pasien pada masa-masa sekarang “di sini dan kini” dan bukan pada masa lampau. Tetapi ada juga kesamaan antara terapi-terapi humanistuk eksistensial, yakni keduanya menekankan bahwa peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi tingkah laku dan perasaan-perasaan individu sekarang, dan kedua-duanya juga berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran diri pasien.
Teori konseling eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasiterapi. Pendekatan atau teori eksistensian-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.

Konsep Dasar Tentang Manusia
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia. Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu:

a. Kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.

b. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
c. Penciptaan Makna
Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.

Proses Konseling atau proses terapeutik

Ada tiga tahap proses konseling yaitu

1. Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka tentang dunia. Konseli diajak untuk mendefinisikan dan menayakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesalahannya. Bagi banyak konseli hal ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu awalnya mereka memaparkan problema mereka. Konselor disini mengajarkan mereka bagaimana caranya untuk bercermin pada eksistensi mereka sendiri.

2. Konseli didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini biasanya membawa konseli ke pemahaman baru dan berapa restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Konseli mendapat cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan gagasan yang jelas tentang proses pemberian nilai internal mereka.

3. Konseling eksistensial berfokus pada menolong konseli untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi adalah memungkinkan konseli untuk bisa mencari cara pengaplikasikan nilai hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan kongkrit. Biasanya konseli menemukan jalan mereka untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani konsistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.

 Penerapan langkah atau Teknik- teknik dalam konseling
Teori eksistensial-hunianistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya. Metode-metode yang berasal dari teori Gestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam teori eksistensial-humanistik. Buku The Search for "Authenticity (1965) dari Bugental adalah sebuah karya lengkap yang mengemukakan konsep-konsep dan prosedur-prosedur psikokonseling eksistensial yang berlandaskan model psikoanalitik. Bugental menunjukkan bahwa konsep inti psikoanalisis tentang resistensi dan transferensi bisa diterapkan pada filsafat dan praktek konseling eksistensial. Ia menggunakan kerangka psikoanalitik untuk menerangkan fase kerja konseling yang berlandaskan konsep-konsep eksistensial seperti kesadaran, emansipasi dan kebebasan, kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial.
Rollo May (1953,1958,1961), seorang psikoanalisis Amerika yang diakui luas atas pengembangan psikokonseling eksistensial di Amerika, juga telah mengintegrasikan metodologi dan konsep-konsep psikoanalisis ke dalam psikokonseling eksistensial.
Pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang menempati kedudukan sentral dalam konseling adalah: Seberapa besar saya menyadari siapa saya ini? Bisa menjadi apa saya ini? Bagaimana saya bisa memilih menciptakan kembali identitas diri saya yang sekarang? Seberapa besar kesanggupan saya untuk menerima kebebasan memilih jalan hidup saya sendiri Bagaimana saya mengatasi kecemasan yang ditimbulkan oleh kesadaran atas pilihan-pilihan? Sejauh mana saya hidup dari dalam pusat diri saya sendiri? Apa yang saya lakukan untuk menemukan makna hidup ini? Apa saya menjalani hidup, ataukah saya hanya puas atas keberadaan saya? Apa yang saya lakukan untuk membentuk identitas pribadi yang saya inginkan? Pada pembahasan di bawah ini diungkap dalil-dalil yang mendasari praktek konseling eksistensial-humanistik. Dalil-dalil ini, yang dikembangkan dari suatu survai atas karya-karya para penulis psikologi eksistensial, berasal dari Frankl (1959,1963), May (1953, 1958, 1961), Maslow (1968), Jourard (1971), dan Bugental (1965), merepresentasikan sejumlah tema yang penting yang merinci praktek-praktek konseling.

Tema-Tema Dan Dalil-Dalil Utama Eksistensial dan Penerapan-Penerapan Pada Praktek Konseling

Dalil 1 : Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia.
Kesadaran diri itu membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Manusia bisa tampil di luar diri dan berefleksi atas keberadaannya. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi atau sebagaimana dinyatakan oleh Kierkegaard, "Semakin tinggi kesadaran, maka semakin utuh diri seseorang." Tanggung jawab berlandaskan kesanggupan untuk sadar. Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih. Sebagaimana dinyatakan oleh May (1953), "Manusia adalah makhluk yang bisa menyadari dan, oleh karenanya, bertanggung jawab atas keberadaannya”.
Kesadaran bisa dikonseptualkan dengan cara sebagai berikut: Umpamakan Anda berjalan di lorong yang di kedua sisinya terdapat banyak pintu, Bayangkan bahwa Anda bisa membuka beberapa pintu, baik membuka sedikit ataupun membuka lebar-lebar. Barangkali, jika Anda membuka satu pintu, Anda tidak akan menyukai apa yang Anda temukan di dalamnya menakutkan atau menjijikkan. Di lain pihak, Anda bisa menemukan sebuah ruangan yang dipenuhi oleh keindahan. Anda mungkin berdebat dengan diri sendiri, apakah akan membiarkan pintu itu tertutup atau terbuka.
Apabila seorang konselor dihadapkan pada konseli yang kesadaran dirinya kurang maka konselor harus menunjukkan kepada konseli bahwa harus ada pengorbanan untuk meningkatkan kesadaran diri. Dengan menjadi lebih sadar, konseli akan lebih sulit untuk “ kembali ke rumah lagi “, menjadi orang yang seperti dulu lagi.
Dalam pengertian yang sesungguhnya, peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi dan atas tujuan-tujuan pribadi adalah tujuan segenap konseling.
Dalil 2 : Kebebasan dan tanggung jawab
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih di antara altematif-altematif. Karena manusia pada dasamya bebas, maka dia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri.
Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan, dan putusan pad a pusat ke beradaan manusia. Jika kesadaran dan kebebasan dihapus dari manusia, maka dia tidak lagi hadir sebagai manusia, sebab kesanggupan-k esanggupan itulah yang memberinya kemanusiaan. Pandangan eksistensial adalah bahwa individu, dengan putusan-putusannya, membentuk nasib dan mengukir keberadaannya sendiri. Seseorang menjadi apa yang diputuskannya, dan dia harus bertanggung jawab atas jalan hid.up yang ditempuhnya. Tillich mengingatkan, "Manusia benar-benar menjadi manusia hanya saat mengambil putusan. Sartre mengatakan, "Kita adalah pilihan kita." Nietzsche menjabarkan kebebasan sebagai "kesanggupan untuk menjadi apa yang memang kita alami". Ungkapan Kierkegaard, "memilih diri sen-diri", menyiratkan bahwa seseorang bertanggung jawab atas kehidupan dan keberadaannya. Sedangkan Jaspers menyebutkan bahwa "kita adalah makhluk yang memutuskan".
Tugas konselor adalah mendorong konseli untuk belajar menanggung risiko terhadap akibat penggunaan kebebasannya. Yang jangan dilakukan adalah melumpuhkan konseli dan membuatnya bergantung secara neurotik pada konselor. Konselor perlu mengajari konseli bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun konseli boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih.
Dalil 3: Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain
Setiap individu memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan tetapi pada saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri dan untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia kesepian dan mengalamin keterasingan.
Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita. Akan tetapi, penemuan siapa kita sesungguhnya bukanlah suatu proses yang otomatis; ia membutuhkan keberanian. Secara paradoksal kita juga memiliki kebutuhan yang kuat untuk keluar dari keberadaan kita. Kita membutuhkan hubungan dengan keberadaan-keberadaan yang lain. Kita harus memberikan diri kita kepada orang lain dan terlibat dengan mereka.
Usaha menemukan inti dan belajar bagaimana hidup dari dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan untuk memelihara inti dari ada kita. Salah satu ketakutan terbesar dari para konseli adalah bahwa mereka akan tidak menemukan diri mereka. Mereka hanya menganggap bahwa mereka bukan siapa-siapa.
Para konselor eksistensial bisa memulai dengan meminta kepada para konselinya untuk mengakui perasaannya sendiri. Sekali konseli menunjukan keberanian untuk mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutan dengan kata-kata dan membaginya, maka ketakutan itu tidak akan begitu menyelubunginya lagi. Untuk mulai bekerja bagi konselor adalah mengajak konseli untuk menerima cara-cara dia hidup di luar dirinya sendiri dan mengeksplorasi cara-cara untuk keluar dari pusatnya sendiri.
Kebutuhan akan diri berkaitan dengan kebutuhan menjalani hubungan yang bermakna dengan orang lain. Jiks kita hidup dalam isolasi dan tidak memiliki hubungan yang nyata dengan orang lain maka kita mengalami perasaan terabaikan, terasingkan, dan terkucilkan.

Teknik-teknik Konseling Eksistensial
Yang paling dipedulikan oleh konselor eksistensial adalah memahami dunia subyektif si klien agar bisa menolongnya untuk bisa sampai pada pemahaman dan pilihan-pilihan baru. Fokusnya adalah pada situasi hidup klien pada saat itu, dan bukan pada menolong klien agar bisa sembuh dari situasi masa lalu (May &Yalom, 1989). Biasaya terpis eksistensial menggunakan metode yang mencakup ruang yang cukup luas, bervariasi bukan saja dari klien ke klien, tetapi juga dengan klien yang sama dalam tahap yang berbeda dari proses terapeutik. Di satu sisi, mereka menggunakan teknik seperti desentisasi (pengurangan kepekaan atas kekurangan yang diderita klien sehabis konseling), asosiasi bebas, atau restrukturisasi kognitif, dan mereka mungkin mendapatkan pemahaman dari konselor yang berorientasi lain. Tidak ada perangkat teknik yang dikhususkan atau dianggap esensial (Fischer & Fischer, 1983). Di sisi lain, beberapa orang eksistensialis mengesampingkan teknik, karena mereka lihat itu semua memberi kesan kekakuan, rutinitas, dan manipulasi
Sepanjang proses terapeutik, kedudukan teknik adalah nomor dua dalam hal menciptakan hubungan yang akan bisa membuat konselor bisa secara efektif menantang dan memahami klien.
Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik, yaitu:
  1. Penerimaan
  2. Rasa hormat
  3. Memahami
  4. Menentramkan
  5. Memberi dorongan
  6. Pertanyaan terbatas
  7. Memantulkan pernyataan dan perasaan klien
  8. Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien
  9. Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna.


Semium, Yustinus. “Kesehatan Mental 1”
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=87&cad=rja&ved=0CFAQFjAGOFA&url=http%3A%2F%2Fenamkonselor.files.wordpress.com%2F2012%2F05%2Fterapieksistensial.pdf&ei=TulWUf-0HJHxrQf4g4HoCw&usg=AFQjCNHC8eFTS2Dxjf6X3oyho6G4fKk7pg&sig2=dQonHb2levYFlWRfpBnkbw
http://himcyoo.wordpress.com/2012/06/07/konseling-eksistensial-humanistik-2/
PUTRI AGUSTA KD
15510435
3PA05