Minggu, 31 Maret 2013

Person Centered Therapy


Person Centered Therapy
Terapi ini disebut juga client-centered theraphy (terapi yang berpusat pada pasien) atau terapi nondirektif. Teknik ini pada awalnya dipakai oleh Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1942. Sejak itu banyak perinsip Rogers yang dipakai dalam terapi diterima secara luas. Tetapi, teknik ini dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-masalah penyesuaian diri yang sederhana. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang memiliki kecenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Dalam pandangan rogers gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena oarang-orang lain menghambat individu dalam menuju kepada aktualisasi-diri.
Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memilih dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai kebutuhan-kebutuhan pribadinta.
Pendekatan Humanistik Rogers terhadap terapi Person-Centered Theraphy.
Membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik. Rogers berpendapat bahwa terapis yidak boleh memaksa tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang dimilikinya kepada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan-perasaan yang diungkapkan pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasan-perasaanya yang lebih dalam dan bagian-bagian dari dirinya yang tidak diakui karena tidak diterima oleh masnyarakat. Terapis memantulkan kembali atau menuraikan dengan kata-kata apa yang diungkapkan pasien tanpa member penilaian.
Metode terapi person centered
1.      Terapis menghargai tanggung jawab pasien terhadap tingkal lakunya sebdiri.
2.      Terapis mengakui bahwa pasien dalam dirinya sendiri memiliki dorongan yang kuat unuk menggerakkan dirinya kea rah kematangan (kedewasaan) serta indenpendensi, dan terapis menggunakan kekuatan ini dan bukan usaha-usahanya sendiri.
3.      Menciptakan suasana yang hangat dan memberikan kebebasan yang penuh dimana pasien dapat mengungkapkan atau juga tidak mengungkapkan apa saja yang diinginkannya.
4.      Membatasi tingkah laku tetapi bukan sikap (misalnya pasien mungkin mengungkapkan keinginannya untuk memperpanjang pertemuan melampaui batas waktu pertemuan yang telah disetujui, tetapi terapis tetap mempertahankan jadwal semula.
5.      Terapis membatasi kegiatannya untuk menunjukan pemahaman dan penerimaannya terhadap emosi-emosi yang sedang diungkapkan pasien yang mungkin dilakukannya dengan memantulkan kembali dan menjelaskan peasaan-perasaan pasien.
6.      Terapis tidak boleh bertanya, menyelidiki, mengajarkan , membujuk, dan meyakinkan kembali.
Kelemahan terapi client centered terletak pada cara sejumlah pemraktek menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap2 sentral dari posisi client centered

Semium, yustinus.2006 ”kesehatan mental 3” Yogyakarta:kanisius
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=54&cad=rja&ved=0CEgQFjADODI&url=http%3A%2F%2Findryawati.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F20740%2FTerapi%2BClient%2BCentered.ppt&ei=GeZXUab4PIOJrAeM3YDwCQ&usg=AFQjCNHd1HiDjv0s3_c3nG0iSCm63WUWtg&sig2=RJO0jgY9i5wmt4qtq8xtrg

PUTRI AGUSTA KD
15510435
3PA05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar